(Noer Lutfi)
Mereka genggam bara
Di berikan padamu
Berjanji bukan menghakimi
hilang untuk diyakini
ada untuk didustai
Apakah terbukti lagumu
Menyentuh mereka
Nyanyian mereka
memekakkan telingamu
mereka paham betul keinginanmu
apakah sudah kau pahami
keinginan mereka.
**
Ketika pesta dirayakan
Kau rampas suara-suara mereka
Kau lontarkan menjadi peluru-peluru tajam
Setelah pesta usai
Kau lupakan suara-suara mereka
Kau jadikan peluru-peluru tumpul
tak mampu menembus
Angka-angka keberuntungan
***
Tiang-tiang itu mengantung
Bergesek
Bersentuhan
Hasilkan bunyi
mereka datangi mimpi-mimpimu
mereka cabuti bulu-bulumu
SAMPAIKAN MAAF KAMI
(Aloeth)
Tangis kesedihan
pernah diratapi Alexandrian Callimachus
pada jiwa-jiwa resah
Sampaikan maaf kami
Tak meneruskan nafasmu
Usia menggrogoti fisik
Tergambar dibenak
Wajah-wajah manis dirias tangis
Pralambang kembang hati dibejana romantis
Wajah-wajah sendu terbelenggu kata ragu
Coba ungkap rindu
Wajah-wajah kaku
Mirip kardus
Kadang mirip kaleng
Masuk dilini pertahanan
Berebut
Singkirkan
Wajah-wajah hipokrit
gunakan ambiguitas tak jelas
Hingga mata kami tak sanggup
Mengenali diri kami sendiri
Kemurungan jiwa
Tlah memusatkan kematian
Smg Januari 1998
OPERA TANDING #1
(Aloeth)
Gelombang dasyat menghantam
Menggulung setiap sisi
Kikis ruang-ruang
Racuni soneta
Meletakan okestra di gudang tua
Dimana dikau nurani?
Masih singgahkah kau?
Atau dikau lari
Bersembunyi
Hindari tikaman suara-suara sumbang
***
Lubang terbuka
Alunan heroik bakar sukma
Menanti mangsa Siap disantap
Jeruji besi rapikan barisan
Membuat kalangan
Kekuatan beradu
Saling menjatuhkan
Mereka mati sia-sia
Ini rimba liar
Arena penjagalan massal
Kuasa didewakan
Kejujuran mulut-mulut pendusta
September 2002
KIDUNG KINASIH
(ALOETH)
Pekat..
Langit bawa mendung berarak
Bintang enggan bercengkrama
Rintik jatuh basah tanahku
Lelahkah?
Angin menusuk pada ruang-ruang kalbu..
Jauh..!
berhembus di samudra cinta
Bidadari menari balet disinggasana rembulan
Meliuk-liuk
Hingga raja dan ratu bersemayam
Dipelaminan jiwa
Seruling malam cipta hening
Ijinkan kami terbang melintas
Menunggu fajar tiba…
Smg, 010199
BERHARAP…
(Azam Jauhari)
Bila aku terlalu berharap
Bagaimana nanti bila terhempas
Sedang aku selalu
Melihat telaga pada bening matamu
Manis…
Adakah kau pernah merasa
Bahwa diri selalu berharap
Akan doa tulusmu
Disetiap perjuangan
Seperti ini
Lantaran wajahmu yang sendu
Selalu melintas di mataku
Melambai aku datang
Mengharap aku menang
1 Desember 1989
SEMERAH SENJA
(Herry Subandi/BandreX)
tak semerah hari ini
mentari senja di pintu rumahmu
mungkin
dalam kianat cinta nan abadi
dalam curahan hujan
dan gemuruhnya badai
akupun mungkin terkubur
dalam cahaya merahmu..
nan menetes…
netes…
tak seramah hari
langkah pulangmu tergesa
menggelap luka goresan
para bikshu-bikshu bangsamu
diujung panah malam
dan di runcingnya pena penyair
menukik ke lembah-lembah sepi
mungkin pintu rumahmu terkunci
atau balai-balai tua negeri kita
telah tak kuat
untuk baringkan kelumpuhan?
Tak ku cari
Yang telah ditemukan
Di goa nan nestapa ini
Ku lukis
Dua malaikat raksasa
Melawan raja iblis
Dalam baliho semesta
Semerah senja
Ku kayuh prahu
Dari kencangnya angin
Dan merahnya nafasmu
Kulipat lembaran batin
Di sela batu-batu
Di antara gapura-gapura
Kebesaran dan kebanggaan
Yang menipu
KUSANDARKAN HARAPAN
(Aloeth)
Dipintumu kusandarkan harapan
Nafasmu gemerlap impian
Pantulan cahaya rembulan di telaga
Tak ramah dijalanan
Tampak sepi dari kasih sayang
Terbaring di pinggiran cita-cita
Tak mampu berkejaran dengan rasa ingin
Sebab kandas diujung
Yang tak mampu melihat jejak pendahulu
Yang tertinggal hanya kebesaran
Yang terdengar samar-samar dibalik pintumu
Suara-suara dari syair-syair
Matahari
Bulan
Bunga
Telaga
Makin cinta akan surgamu
DIMANA KAU SURGAKU
(Aloeth)
Dengar dibalik punggungmu
Nyanyian anak dipinggir kali
Kecipak air di sela-sela kakimu
Tangis anakmu
perahu kertas tenggelam
masih hijau
ingatanku
biarkan aku pejamkan mataku
mencari surgaku yang terselip
entah dimana?
DARI BUMI PERJANJIAN
(Aloeth)
Di belahan bagian manakah
Kami bisa bersenandung
Membesarkan anak-anakku
Tanpa kau ganggu
Di belahan bagian manakah
Kami bisa bekerja
Mengajari anak-anakku
Tanpa kau takuti
Di belahan bagian manakah
Kami bisa menari
Melatih anak-anakku
Tanpa kau tekan
Di belahan bagian manakah
Bila bumi perjanjian
tlah kau porak-porandakan?
Sekarjalak, 9 Agustus 2006
SELAMAT JALAN KAWAN
(Aloeth)
Keranda hitam mengantarmu
Menuju kepada Sang Pembebas Sejati
Perjuanganmu
Pengabdianmu
Akan terus kami kenang kawan!!
Tabur bunga diatas pemakamanmu
Api pergerakan semakin tajam menyengat didada kami
Tanah merahmu
Menggenggam semangat kami
Untuk meneruskan suara-suaramu kawan!!
Sekarjalak, 28 Agustus 2006
DUKAMU MATARAM
(Aloeth)
Tangis mereka menghentak
Kaki-kaki kami
Jerit mereka menyayat
Hati kami
Rintih mereka memekakkan
Telinga kami
Demi ambisi
Satu lagi anakmu kau habisi
Di depan bangsamu sendiri
Dengan sebilah belati..
Sekarjalak, 28 Agustus 2006
UNTUK GUTERES
(Aloeth)
Ketika bangun dari mimpi
Anak negeri menangis pilu
Dadanya tersayat
Tertikam belatinya sendiri
Hatinya teriris menjadi keping-keping
Tersebar meninggalkan
Ribuan bahkan jutaan pertanyaan
Sampai kapankah ini berlangsung
Hingga rasa hangat dan percaya menyelimuti
Menyatu dengan jiwa-jiwa yang hampir robek
Mereka tak kan mampu mengusir cintaku
Meski langit mulai gelap
Aku tetap menungguimu pertiwi
Ketika merah tak lagi berwarna merah
Putih tak lagi menjadi putih
Kami tetap memegangimu pertiwi
Meski tiangmu tlah kropos
Diterjang musim
Dimakan rayap
Boyolali, 150306
KUE CINTA YANG BASI
(Aloeth)
Mencicipi kue cinta yang basi
Apakah ada sedikit sisa untuk bisa kita nikmati
Meski sedikit pahit
Bahkan mungkin beracun
Sekedar menjilat bukan ditelan
Tidak ada sedikitpun sisa untuk kita makan
Biarkan kue itu basi dan menjamur
Hilang menjadi butiran-butiran debu
Mungkin suatu waktu akan berkumpul lagi
Membentuk sebuah cinta lagi
Meski bukan kami yang menjadi koki
Bukan kami yang menyumbangkan resep
Bukan kami yang menciptalan aroma-aroma
Kesetiaan
Kesabaran
Aku kirim kue buat pertiwi
Kita belah menjadi beberapa potong
Kuenya bermacam warna
Merah tua, Merah muda
Hijau tua, Hijau muda, Hijau loreng
Kuning, Coklat
Biru tua, biru muda
Bila dikumpulkan menjadi kombinasi sempurna
Namun potongan itu tidak bisa dijadikan satu
Karena kue warna itu berbeda-beda rasa
Ada yang manis.sedikit manis, kecut, asin, pahit
Rasa telah menjadi ciri khas identitas negeri
Semarang September 2000